Setiap malam kita membaringkan tubuh, memejamkan mata, mulai melayang-layang dari satu pikiran ke pikiran lain dan akhirnya terlelap dalam mimpi. Sebuah proses sehari-hari yang amat biasa. Tetapi tahukah Anda bahwa kegiatan sehari-hari ini pun penting untuk diperhatikan demi kesehatan kita?
Informasi bagus buat sobat semua nih :)
Sepertiga dari seluruh hidup manusia dihabiskan dalam kondisi tidur. Saat tidur, sama seperti saat terjaga, juga rentan terhadap berbagai penyakit dan gangguan. Salah satunya yang paling sering terjadi namun paling sering pula luput dari perhatian adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA.)
OSA adalah henti nafas sementara sewaktu tidur (apnea berarti henti nafas,) yang gejala utamanya adalah mendengkur dan Excessive Daytime Sleepiness (EDS.) Dalam ilmu kedokteran tidur yang baru mulai berkembang 50 tahun belakangan ini saja, OSA merupakan sebuah gangguan tidur yang underdiagnosed dan undertreated. Apalagi dengan adanya anggapan masyarakat bahwa mendengkur merupakan tanda tidur yang nyenyak.
OSA disebabkan oleh jatuhnya lidah ke belakang saat tidur pada saluran nafas atas yang menyempit. Akibatnya walaupun dada dan perut terus kembang kempis untuk menghirup, udara tidak ada yang dapat lewat. Kondisi ini berlangsung berulang kali sepanjang malam dan setiap kalinya bisa berlangsung selama 10-60 detik. Anda dapat mencoba dengan menahan nafas sambil melihat jam, berapa lama Anda dapat bertahan?
Dalam tubuh terdapat sebuah sistem pengaman yang menjaga kadar oksigen dalam darah. Sebuah sensor selalu siap membaca kadar karbondioksida darah yang terlalu tinggi. Setiap kali nafas terhenti dan karbondioksida darah meningkat, sensor ini akan aktif dan merangsang tubuh untuk bernafas. Dalam keadaan tidur rangsang yang diakibatkan oleh sensor ini akan membangunkan penderitanya. Walaupun tidak sampai terjaga, mini arousal yang diakibatkan sudah mengganggu proses tidur hingga terpotong-potong (fragmented.) Dan perlu diingatkan bahwa sensor ini pun lama kelamaan dapat bertoleransi dengan kadar karbondioksida yang tinggi, akibatnya periode henti nafas pun berlangsung semakin lama.
Pada kesehatan fisik, sleep apnea dapat berbuntut pada hipertensi, jantung hingga stroke. Kadar oksigen yang berfluktuatif dapat merusak lapisan sel dalam pembuluh darah yang bertugas menghasilkan zat yang melenturkan. Akibatnya pembuluh darah pun mengeras. Ditambah dengan kadar kolesterol yang tinggi akan mempercepat terjadinya hipertensi.
Ketika jalan nafas tersumbat, dada tetap berusaha untuk memompa udara masuk. Akibatnya tekanan dalam dada meningkat sehingga jantung terhimpit dan menjadi sulit mengembang untuk menarik darah masuk. Karena himpitan ini pompa jantung menjadi tidak maksimal dan mengakibatkan masalah baru bagi jantung.
Anda tentu pernah melihat orang yang tidur mendengkur. Setelah mendengkur beberapa waktu, untuk beberapa saat suaranya akan terhenti, namun dada dan perut semakin kencang berusaha menarik nafas selama beberapa detik hingga akhirnya terdengar seuara tersedak yang diikuti dengan tarikan nafas panjang dan dengkuran pun kembali membahana. Ini adalah ciri khas penderita sleep apnea.
Aliran udara nafas saat tidur.
Saluran nafas menyempit, hingga timbul bunyi dengkuran.
Saluran nafas menyempit total, hingga aliran nafas terhenti.
Tidur yang terpotong-potong menyebabkan kualitas tidur yang buruk sehingga penderita OSA sering kali tidak merasa segar saat bangun tidur. Pada beberapa kasus penderitanya bahkan merasa tidak tidur sama sekali dan datang ke dokter dengan keluhan insomnia. Gangguan tidur ini berbuntut panjang pada kualitas hidup seseorang. Sakit kepala di pagi hari, selalu merasa lelah, kemampuan konsentrasi dan daya ingat yang menurun, temperamental hingga libido yang menurun merupakan sekumpulan gejala yang merujuk pada Excessive Daytime Sleepiness.
EDS dapat berakibat pada kualitas hidup yang buruk. Seperti seorang pasien, sebutlah Tn. Eko (bukan nama sebenarnya,) seorang eksekutif sebuah perusahaan yang dalam kurun waktu 5 tahun telah mengeluhkan rasa lelah. Begitu lelah dan mengantuknya hingga untuk mengendara 1 jam saja ia sudah tak mampu hingga harus dibantu oleh sopir pribadi. Padahal baginya mengendarai mobil kesayangan mengandung kenikmatan tersendiri. Prestasi di kantor terasa terus menurun. Beberapa janji temu, harus diingatkan oleh sekretarisnya. Celakanya dalam rapat-rapat penting ia sering kali kehilangan konsentrasi bahkan tertidur. Tn. Eko telah mengkonsumsi berbagai minuman berenergi dan bercangkir-cangkir kopi untuk mempertahankan produktifitasnya, tetapi ia sudah tidakk tahan lagi dengan kondisinya. Ketika bertemu dengan saya, Eko sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk pensiun dini.
Untuk menegakkan diagnosa, Eko mengikuti prosedur pemeriksaan bernama Sleep Study yang menggunakan alat bernama polysomnography. Sleep study merupakan perekaman fungsi-fungsi tubuh saat tidur. Yang direkam adalah gelombang otak, gerakan bola mata, tegangan otot, aliran udara nafas, gerakan nafas, kadar oksigen dalam darah hingga gerakan kaki.
Hanya dengan menghabiskan satu malam di dalam laboratorium tidur yang didesain demi kenyaman pasien, gangguan tidurnya dapat segera ditemukan. Hasilnya berupa angka indeks henti nafas (Apnea Hypopnea Indeks-AHI) 65/jam yang berarti sleep apnea yang parah.
AHI <5/jam adalah normal, 5-14/jam ringan, 15-30/jam sedang dan >30/jam adalah sleep apnea berat. Perlu ditekankan, bahwa pemeriksaan ini mempunyai nilai yang amat penting sebelum dilakukan terapi. Kita memerlukan nilai obyektif tentang penyakit yang diderita sebagai pijakan awal. Jika tidak, kita akan kesulitan menentukan jenis terapi dan perbaikan dari terapi yang dilakukan nantinya.
Dengan tegaknya diagnosa, ada beberapa pilihan terapi. Pertama dengan menjalani operasi uvulo palato pharyngeo-plasty (UPPP.) Yaitu suatu prosedur operatif yang bertujuan melebarkan saluran nafas atas dengan menyayat sebagian kecil langit-langit mulut beserta anak lidah (uvula.) Ada juga prosedur operatif lainnya, seperti somnoplasty dan pillar procedure, yang kesemuanya merupakan tindakan untuk melebarkan saluran nafas atas.
Setelah mempertimbangkan resiko operasi dan adanya kemungkinan kambuh, Eko memilih jalan kedua yaitu dengan menggunakan masker yang dihubungkan dengan sebuah mesin bernama Continuous Positive Airway Pressure (CPAP.) Pada prinsipnya, alat yang ditemukan oleh Prof. Sullivan dari Sydney Univ. di tahun 80an ini meniupkan udara bertekanan positif yang akan mendorong dan menjaga jalan nafas atas agar tetap terbuka.
Kesulitan Eko untuk beradaptasi dengan masker merupakan masalah utama. Tetapi setelah malam kedua penggunaan ia sudah tidur dengan lelap dan merasakan kesegaran kualitas tidur yang sudah lama tidak dirasakannya. Perlahan namun pasti kualitas hidupnya pun membaik, dan ia mengatakan pada saya bahwa ia seolah telah dilahirkan kembali. Semangat bekerjanya telah kembali, pikirannya telah kembali tajam dan ia pun sudah kembali berkendara sendirian. Obat-obat hipertensi yang berjumlah 3 macam, kini pun telah dikurangi hingga satu macam saja setiap harinya.
Namun masalah baru muncul. Sang istri yang semula menderita insomnia karena suara dengkuran kini tetap tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia terbiasa dengan suara dengkuran dan polah gelisah suaminya saat tidur. Setelah menggunakan CPAP, kini istrinya sering terbangun khawatir melihat suaminya dalam keadaan begitu tenang. Ia memegang dada suami tercinta untuk memastikan ia bernafas. Setelah melihat ekspresi kedamaian dan yakin akan gerakan nafas lembut sang suami ia pun kembali tidur dengan tersenyum puas
Posting Komentar